Aku mengutuk mereka yang bersenang saat hidupku sedang lara. Aku mengutuk mereka yang terbahak saat isakku ada. Aku mengutuk. Aku mengutuk mereka semua
Ku tanam ribuan duri agar tak satu pun mendekat. Ku buat sabit, lalu ku isi dengan air laut. Agar yang tertusuk duri, tersakiti, namun juga terobati.
Sudah ku wanti sejak jauh hari untuk berhati-hati. Ku katakan bahwa yang terjadi hanyalah delusi. Namun tak ada satu pun yang mempercayai.
Sekarang nyata sudah ancaman yang terjadi. Lawan menyerang dan tak kau siapkan diri. Berharaplah senjata turun dari langit, sebab tak mungkin lagi tuk lindungi diri.
Bersama secangkir kopi pahit, ku nikmati kepanikanmu menghadapi lawan yang tak henti menyerang. “Bagaimana semua ini bisa terjadi secara tiba-tiba?” Tiba-tiba dari mananya? Sudah lama aku memperingati, namun ternyata tak kau gubris sama-sekali.
Sumpah-serapah keluar dari mulutmu, dan kakimu membawamu lari tak tahu tuju.
“Mengapa kau hanya duduk diam, menikmati secangkir kopi? Sedang keadaan di sini sudah tak terkendali,” ucapmu memaki ku.
“Bukankah sudah aku peringati?” tanyaku seraya berjalan mendekat.
Mengetahui satu-dua hal tentang diri, entah benar atau salah, lalu berkoar-koar pada yang lain bahwa dia yang paling mengerti.
Apa yang dimau?
Kehormatan?
Posisi?
Jabatan, maksudmu?
“AMBIL!!!” bentakku tak tahu waktu.
Aku masih bisa bertahan hidup tanpa semua itu. Aku bersama diriku sendiri yang tak pernah mengkhianatiku. Tak ada lagi yang bisa benar-benar dipercaya.
Mempercayaiku? Tidak mempercayaiku? Itu urusanmu, bukan urusanku.
Berhentilah mengurusi urusanku, berhentilah mencampuri hidupku. ku katakan sebab aku juga tak mengurusi dan mencampuri urusan hidup mu.
Ku ayunkan kakiku selangkah kebelakang, dua langkah, tiga langkah, dan dapat kulihat. Kulihat yang mendamba pujian, kehormatan, kesenangan, dan yang lainnya.
Hey..
Siapa?
Apa yang dilakukan? Apa? HAH?
Menyakiti yang mengobati. Mengabaikan yang peduli. Membuang yang Diberi.
Hey..
Apa yang dimau?
Tak ada yang tersisa, walau terlihat ada. Nikmatilah, waktumu tak tersisa banyak. Lentera akan segera padam, tak bisakah mengetahuinya dari api yang mulai mengecil?
Entah bagaimana mengakhiri ini. Sudahlah. Cukup perbaiki yang bisa diperbaiki, “lalu yang lain?” Biarkan.